14 Oktober 2008

Pengantar Eclipse Android

Instalasi Eclipse Android.
1. Download file android dari Google
http://code.google.com/android/download_list.html
Kalau belum familiar dengan Linux, terlebih cara2 upgrade file di Linux, saran saya gunakan Windows.
2. Download file Jee-Ganymede dari Eclipse
http://www.eclipse.org/downloads/
Pilih yang Eclipse IDE for Java EE Developers, dan pilih juga yang Windows.
3. Ekstrak semua file, sebaik nya satukan mereka dalam satu folder.
Misal: C:\Android
Jika Anda memiliki koneksi IIX yang cepat, dapat mendownload dari
http://anak.kambing.vlsm.org/eclipse/technology/epp/downloads/release/ganymede/R/
Atau di:
http://www.onnie.web.id/share/
"Terimakasih buat teman ku Onnie PW".

4. Setelah diekstrak kedua file Zip tersebut, masuk ke folder Eclipse, dan jalankan program Eclipse.exe.
5. Setelah dijalankan, Eclipse akan menanyakan dimana Anda akan menyimpan "workspace". Workspace ini kurang lebih seperti tempat koleksi dimana Anda menyimpan hasil kerja Anda. Default nya adalah:
C:\Documents and Settings\$USER\workspace
6. Untuk memulai project, Anda dapat memilih File > New > Project.
Seharusnya, Anda tidak akan menemukan Folder Android tersebut, karena Anda belum mengupgrade software plugin Android-Eclipse.
7. Klik Help > Software Updates >Available Software > Add Site > http://dl-ssl.google.com/android/eclipse/
(Dari panduan di http://code.google.com/android/intro/installing.html, kita disarankan menggunakan alamat https://dl-ssl.google.com/android/eclipse/ (https), namun berdasarkan percobaan, sebaiknya gunakan http saja)
8. Setelah Anda mencentang yang akan diupdate, maka klik Install.
Proses ini akan memakan waktu cukup lama.
9. Setelah selesai Instalasi update, restart Eclipse Anda.
10. Seharusnya saat Anda mengklik File > New > Project, Anda akan menemukan menu Android.



Jika pada saat menjalankan program terdapat kesalahan, mungkin Anda belum mengarahkan SDK Android pada preferences Eclipse. Window > Preferences > Android.


Bagaimanakah cara membuka project yang sudah ada?
Klik File > New > Project > Android > Create Project from existing sources > Browse > Sample > ApiDemos > Ok.

Menjalankan program.
Run > Run Configuration > Android
Klik Apply > Run
dan tunggu beberapa saat sampai emulator muncul.

23 September 2008

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PORNOGRAFI

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1.Pornografi adalah materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat.

2.Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yang disediakan oleh orang perseorangan atau korporasi melalui pertunjukan langsung, televisi kabel, televisi teresterial, radio, telepon, internet, dan komunikasi elektronik lainnya serta surat kabar, majalah, dan barang cetakan lainnya.

3.Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

4.Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun.

5.Pemerintah adalah Pemerintah Pusat yang dipimpin oleh Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

6.Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Pasal 2
Pengaturan pornografi berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, penghormatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan, kebhinnekaan, kepastian hukum, nondiskriminasi, dan perlindungan terhadap warga negara.

Pasal 3
Pengaturan pornografi bertujuan:
a.mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika, berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan;

b.memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap moral dan akhlak masyarakat;

c.memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga negara dari pornografi, terutama bagi anak dan perempuan; dan
d.mencegah berkembangnya pornografi dan komersialisasi seks di masyarakat.

BAB II
LARANGAN DAN PEMBATASAN

Pasal 4
(1) Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang memuat:

e.persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;

f.kekerasan seksual;

g.masturbasi atau onani;

h.ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; atau

i.alat kelamin.

(2) Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang:

a. menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;

b. menyajikan secara eksplisit alat kelamin;

c. mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual; atau
d. menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layanan seksual.

Pasal 5
Setiap orang dilarang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).

Pasal 6
Setiap orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), kecuali yang diberi kewenangan oleh perundang-undangan.

Pasal 7
Setiap orang dilarang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

Pasal 8
Setiap orang dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi.

Pasal 9
Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi.

Pasal 10
Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya.

Pasal 11
Setiap orang dilarang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9, atau Pasal 10.

Pasal 12
Setiap orang dilarang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalahgunakan kekuasaan atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi.

Pasal 13
(1) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi yang memuat selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib mendasarkan pada peraturan perundang-undangan.

(2) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan di tempat dan dengan cara khusus.

Pasal 14
Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan materi seksualitas dapat dilakukan untuk kepentingan dan memiliki nilai:
a.seni dan budaya;
b.adat istiadat; dan
c.ritual tradisional.

Pasal 15
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan produk pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan dan pelayanan kesehatan dan pelaksanaan ketentuan Pasal 13 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB III
PERLINDUNGAN ANAK

Pasal 16
Setiap orang berkewajiban melindungi anak dari pengaruh pornografi dan mencegah akses anak terhadap informasi pornografi.

Pasal 17
1) Pemerintah, lembaga sosial, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, keluarga, dan/atau masyarakat berkewajiban memberikan pembinaan, pendampingan, serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental bagi setiap anak yang menjadi korban atau pelaku pornografi.


2) Ketentuan mengenai pembinaan, pendampingan, serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IV
PENCEGAHAN

Bagian Kesatu
Peran Pemerintah


Pasal 18
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

Pasal 19
Untuk melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pemerintah berwenang:
a.melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui internet;

b.melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi; dan

c.melakukan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak, baik dari dalam maupun dari luar negeri, dalam pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

Pasal 20
Untuk melakukan upaya pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pemerintah Daerah berwenang:

a.melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui internet di wilayahnya;

b.melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di wilayahnya;

c.melakukan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak dalam pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di wilayahnya; dan

d.mengembangkan sistem komunikasi, informasi, dan edukasi dalam rangka pencegahan pornografi di wilayahnya.

Bagian Kedua
Peran Serta Masyarakat

Pasal 21
Masyarakat dapat berperan serta dalam melakukan pencegahan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

Pasal 22
(1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dapat dilakukan dengan cara:

a.melaporkan pelanggaran Undang-Undang ini;

b.melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan;

c.melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pornografi; dan

d.melakukan pembinaan kepada masyarakat terhadap bahaya dan dampak pornografi.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dilaksanakan secara bertanggung jawab dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 23
Masyarakat yang melaporkan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a berhak mendapat perlindungan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

BAB V
PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN

Pasal 24
Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap pelanggaran pornografi dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.

Pasal 25
Di samping alat bukti sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana, termasuk juga alat bukti dalam perkara tindak pidana meliputi tetapi tidak terbatas pada:

a.barang yang memuat tulisan atau gambar dalam bentuk cetakan atau bukan cetakan, baik elektronik, optik, atau bentuk penyimpanan data lainnya; dan

b.data yang tersimpan dalam jaringan internet dan saluran komunikasi lainnya.

Pasal 26
(1) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik berwenang membuka akses, memeriksa, dan membuat salinan data elektronik yang tersimpan dalam fail komputer, jaringan internet, media optik, serta bentuk penyimpanan data elektronik lainnya.

(2) Untuk kepentingan penyidikan, pemilik data, penyimpan data, atau penyedia jasa layanan elektronik berkewajiban menyerahkan dan/atau membuka data elektronik yang diminta penyidik.

(3) Pemilik data, penyimpan data, atau penyedia jasa layanan elektronik setelah menyerahkan dan/atau membuka data elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berhak menerima tanda terima penyerahan atau berita acara pembukaan data elektronik dari penyidik.

Pasal 27
Penyidik membuat berita acara tentang tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan mengirim turunan berita acara tersebut kepada pemilik data, penyimpan data, atau penyedia jasa layanan komunikasi di tempat data tersebut didapatkan.

Pasal 28
(1) Data elektronik yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa dilampirkan dalam berkas perkara.

(2) Data elektronik yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa dapat dimusnahkan atau dihapus.

(3) Penyidik, penuntut umum, dan para pejabat pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib merahasiakan dengan sungguh-sungguh atas kekuatan sumpah jabatan, baik isi maupun informasi data elektronik yang dimusnahkan atau dihapus.

BAB VI
PEMUSNAHAN

Pasal 29
(1) Pemusnahan dilakukan terhadap produk pornografi hasil perampasan.

(2) Pemusnahan produk pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penuntut umum dengan membuat berita acara yang sekurang-kurangnya memuat:
a.nama media cetak dan/atau media elektronik yang menyebarluaskan pornografi;
b.nama, jenis, dan jumlah barang yang dimusnahkan;
c.hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan; dan
d.keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai barang yang dimusnahkan.

BAB VII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 30
Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebar-luaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

Pasal 31
Setiap orang yang menyediakan jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 32
Setiap orang yang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 33
Setiap orang yang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 34
Setiap orang yang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).

Pasal 35
Setiap orang yang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 36
Setiap orang yang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

Pasal 37
Setiap orang yang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 38
Setiap orang yang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai obyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dipidana dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37, ditambah 1/3 (sepertiga) dari maksimum ancaman pidananya.

Pasal 39
Setiap orang yang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalahgunakan kekuasaan atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 40
(1) Dalam hal tindak pidana pornografi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.

(2) Tindak pidana pornografi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang‑orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut, baik sendiri maupun bersama‑sama.

(3) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, korporasi tersebut diwakili oleh pengurus.

(4) Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diwakili oleh orang lain.

(5) Hakim dapat memerintahkan pengurus korporasi agar pengurus korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan pengurus korporasi supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan.

(6) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor.

(7) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda dengan ketentuan maksimum pidana dikalikan 3 (tiga) dari pidana denda yang ditentukan dalam setiap pasal dalam Bab ini.

Pasal 41
Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (7), korporasi dapat dikenakan pidana tambahan berupa:
a.pembekuan izin usaha;
b.pencabutan izin usaha;
c.perampasan kekayaan hasil tindak pidana; dan/atau
d.pencabutan status badan hukum.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 42
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan setiap orang yang memiliki atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus memusnahkan sendiri atau menyerahkan kepada pihak yang berwajib untuk dimusnahkan.

Pasal 43
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur atau berkaitan dengan tindak pidana pornografi dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.

Pasal 44
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

PENJELASAN:

Pasal 4
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "persenggamaan yang menyimpang" antara lain persenggamaan atau aktivitas seksual lainnya dengan mayat dan binatang, oral seks, anal seks, lesbian, homoseksual.

Huruf b
Yang dimaksud dengan ”kekerasan seksual” antara lain persenggamaan yang didahului dengan tindakan kekerasan (penganiayaan) atau mencabuli dengan paksaan, pemerkosaan.

Huruf d
Yang dimaksud dengan "mengesankan ketelanjangan" adalah penampakan tubuh dengan menunjukkan ketelanjangan yang menggunakan penutup tubuh yang tembus pandang.

Pasal 5
Yang dimaksud dengan "mengunduh" adalah mengalihkan atau mengambil fail (file) dari sistem teknologi informasi dan komunikasi.

Pasal 6
Yang dimaksud dengan "yang diberi kewenangan oleh perundang-undangan" misalnya lembaga yang diberi kewenangan menyensor film, lembaga yang mengawasi penyiaran, lembaga penegak hukum, lembaga pelayanan kesehatan atau terapi kesehatan seksual, dan lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan tersebut termasuk pula perpustakaan, laboratorium, dan sarana pendidikan lainnya.

Kegiatan memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan barang pornografi dalam ketentuan ini hanya dapat digunakan di tempat atau lokasi yang disediakan untuk tujuan lembaga dimaksud.

Pasal 10
Yang dimaksud dengan "mempertontonkan diri" adalah perbuatan yang dilakukan atas inisiatif dirinya atau inisiatif orang lain dengan kemauan dan persetujuan dirinya. Yang dimaksud dengan "pornografi lainnya" antara lain kekerasan seksual, masturbasi atau onani.

Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pembuatan" termasuk memproduksi, membuat, memperbanyak, atau menggandakan.

Yang dimaksud dengan "penyebarluasan" termasuk menyebarluaskan, menyiarkan, mengunduh, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, meminjamkan, atau menyediakan.

Yang dimaksud dengan "penggunaan" termasuk memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki atau menyimpan.

Frasa "selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)" dalam ketentuan ini misalnya majalah yang memuat model berpakaian bikini, baju renang, pakaian olahraga pantai, yang digunakan sesuai dengan konteksnya.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "di tempat dan dengan cara khusus" misalnya penempatan yang tidak dapat dijangkau oleh anak-anak atau pengemasan yang tidak menampilkan atau menggambarkan pornografi.

Pasal 14
Yang dimaksud dengan "materi seksualitas" adalah materi yang tidak mengandung unsur yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau tidak melanggar kesusilaan dalam masyarakat, misalnya patung telanjang yang menggambarkan lingga dan yoni.

Pasal 16
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah sedini mungkin pengaruh pornografi terhadap anak dan ketentuan ini menegaskan kembali terkait dengan perlindungan terhadap anak yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak.

Pasal 19
Huruf a
Yang dimaksud dengan "pemblokiran pornografi melalui internet" adalah pemblokiran barang pornografi atau penyediaan jasa pornografi.

Pasal 20
Huruf a
Yang dimaksud dengan "pemblokiran pornografi melalui internet" adalah pemblokiran barang pornografi atau penyediaan jasa pornografi.

25 Agustus 2008

Wahai Dosen, Berbicaralah dengan Bahasa Manusia!

Ini merupakan kutipan murni dari tulisan Romi Satria Wahono pada Detikinet.

"Wahai Dosen, Berbicaralah dengan Bahasa Manusia!"
Itulah teriakan para mahasiswa kepada dosennya, yang mungkin nggak pernah tersampaikan, dan saya yakin akan jadi blunder kalau diungkapkan. Kecuali bagi para mahasiswa yang memiliki kebebasan nilai IPK, kebebasan pola pikir, kebebasan penelitian, kebebasan finansial dan kebebasan ketergantungan serta ketaatan kecuali kepada satu yang DI ATAS.

Mahasiswa pedjoeang yang tetap mau mengatakan kebenaran meskipun itu sangat sulit, pahit dan sakit. Tidak saya rekomendasikan, karena ungkapan semacam "Sensei no jugyo wa sonna naiyo deshitara, i-me-ru de okutta hou ga yoi dewanai deshouka?" (kalau isi kuliahnya kayak gitu, lebih baik kalau Anda kirimkan ke saya lewat email saja prof) :), saya jamin akan membuat nilai kita jadi Fuka alias tidak lulus.

Jangan dilakukan, cukup saya yang jadi korban harus mengambil mata kuliah yang sama selama tiga tahun berturut-turut, sampai akhirnya harus puas mendapatkan nilai Ka alias C dari sang Professor. Professorku yang akhirnya jadi sahabatku dan membimbing penelitianku, meskipun tetap tidak bisa menghilangkan cacat nilaiku :D

Mungkin itu salah satu tema diskusi ketika bertemu dengan teman-teman dosen di Puskom UNS Solo. Workshop, meskipun dengan undangan mendadak, tapi bak wangsit yang memberi tanda ke insting saya bahwa acara ini wajib saya datangi. Bukan hanya karena telepon mbak Jatu yang merdu yang meminta saya untuk sekalian mabid sambil ngisi liqo di UNS Solo hehehe, atau karena kesabaran mas Kurnia yang ngejar kereta saya dari Boyolali dengan motor bututnya, dan akhirnya berhasil menjemput saya jam dua pagi di Stasiun Balapan Solo, dan juga bukan karena sodoran kertas untuk tanda tangan dari mbak Asih :)

Saya merasa perlu mengajak bapak ibu dosen untuk kembali memperhatikan mahasiswa kita. Saya sebenarnya dalam keadaan kepenatan yang luar biasa pada waktu itu. Dua hari di Jogjakarta, hari Selasa (19 Agustus 2008) di STMIK Amikom untuk memberi materi tentang kesiapan kerja wisudawan dan Rabu (20 Agustus 2008) ke Universitas Atmajaya mbantu pak Irya ngompori dosen-dosen untuk membuat e-Learning content.

Hari ketiga, perjalanan darat selama 5 jam antara Jogja-Purwokerto meluluhlantakkan kekuatan saya, memporakporandakan kemampuan otak kiri saya, membenamkan senyum saya sampai ke titik nadir (halah! ;)). Mandi, sholat, sarungan, datangnya pesan perdjoeangan sang istri dan diskusi dengan para prajurit saya, garda depan Romi Satria Wahono's Army alhamdulillah membangkitkan kekuatan saya.

Revolusi belum selesai bung, perdjoeangan harus tetap dilakukan! :) Alhamdulillah setelah acara seminar grand opening prodi Teknik Informatika di Unsoed selesai, saya bergegas, meninggalkan kopi ginseng saya ke mas Adnan (thanks om), meloncat ke kereta Bima yang merayap senyap menuju kota Solo.

Kembali ke tema bahasan, saya mengajak bapak ibu dosen di UNS Solo untuk mencoba memikirkan kembali hakekat kita ngajar. Ngajar mahasiswa mengandung makna besar mendidik dan membina generasi muda kita. Dalam sejarah kebangkitan bangsa-bangsa, peran mahasiswa selalu tercatat, menjadi garda depan perubahan, kontribusinya sangat besar dan dominan.

Mahasiswa adalah agen perubahan yang akan mewarnai masa depan dan membentuk karakter suatu bangsa. Bayangkan, pendidikan dan pembinaan orang-orang seperti itu diserahkan ke kita, para dosen dan pendidik. Beban berat yang harus kita pikul dan perlu perdjoeangan untuk melaksanakannya dengan sungguh-sungguh.

Saya sempat melakukan studi kecil-kecilan, tentang harapan mahasiswa kepada dosennya. Dosen seperti apa yang sebenarnya mereka harapkan. Cukup menakjubkan, bahwa mahasiswa sangat jujur menilai kita. Kalau kita simpulkan ada empat karakteristik dosen yang diharapkan mahasiswa, dan jujur saja akan mereformasi dan mengantarkan kita menjadi sosok Dosen 2.0 :)

1. Memiliki Kemampuan Verbal
Pintar jangan untuk diri sendiri, tapi juga untuk orang lain. Bahasa gampangnya, permintaan mahasiswa kepada kita supaya belajar untuk mengajar, dan bukan hanya belajar untuk diri kita sendiri. Dosen diharapkan punya keseimbangan dalam pengetahuan taksit (know-how dan pengalaman lapangan) dan pengetahuan eksplisit (tertulis di textbook dengan berbagai teoritikalnya). Beri mahasiswa lebih banyak pengetahuan taksit karena know-how dan pengalaman lapangan yang kita miliki akan membuka wawasan mereka lebih luas.

Memanjang-lebarkan penjelasan ke bahasan yang sudah jelas bin cetho tertulis di buku akan membuat kuliah kita jadi kering, garing dan membosankan. Kebiasaan kita dalam menggunakan bahasa sulit dalam menjelaskan suatu hal juga dikritik, ditambah dengan nafsu untuk memasukkan semua materi kuliah ke slide presentasi. Jangan buat kacamata kita semakin tebal, itu harapan para mahasiswa :) Mari kita gunakan bahasa manusia yang baik dan benar, dosen datang untuk memahamkan ke mahasiswa, bukan untuk menambah pusing mahasiswa yang sudah pusing dengan tugas mandiri, uts dan uas :)

2. Memiliki Kemampuan Tulis
Kritikan paling tajam adalah kebiasaan kita menggunakan bahasa tulis ala paper yang dingin dan formal. Ngeblog adalah terapi yang sangat efektif mengatasi kelemahan kita yang tidak terbiasa menggunakan bahasa manusia dalam menulis. Posting artikel populer dalam bentuk journal pribadi yang banyak menggunakan ungkapan hati ala blog, akan mereformasi gaya tulisan kita. Menulislah dengan hati, karena kekuatan kata-kata kita akan memberikan motivasi tinggi kepada para mahasiswa dan mahasiswi.

Jangan pernah nyontek tulisan orang lain karena itu akan blunder, membuat generalisasi negative image ke semua perilaku kita. Apalagi kalau menerapkan standard ganda dengan membuat tidak lulus mahasiswa yang melakukan copy-paste pada laporan tugas mandirinya. Kegiatan copy-paste mahasiswa kadang harus disikapi dengan bijak, mungkin mereka belum kita ajarkan tentang peraturan APA masalah pengambilan referensi dan pembuatan kutipan. Justru copy-paste yang dilakukan dosen dan pendidik adalah penghianatan besar, membuat damage yang sangat luas ke lingkungan dan kegiatan hina yang tidak termaafkan.

3. Open Mind dan Karakter Berbagi
Terbuka, jujur dan mau menerima kritik adalah sifat penting yang diharapkan mahasiswa ke dosennya. Karakter ringan tangan, senang berbagi ilmu dan project ;), mau bergaul dengan mahasiswa dan bahkan mendekati mereka dengan "bahasa mereka" adalah sifat yang menentramkan mahasiswa. Mahasiswa, selain sebagai murid, juga adalah teman, partner dan customer dari sang dosen.

Janganlah dosen bersifat terlalu jaim, jayus apalagi jablai, karena itu akan membuat mahasiswa makin tidak simpatik. Kalau sudah nggak simpatik, sebaik apapun ilmu pengetahuan dan nasehat yang kita berikan akan hancur, musnah dan mahasiswa akan main hati (romi and the backbone) :) Mari kita menjaga hati mereka dan memberikan janji suci (romi and nuno) kepada para mahasiswa, "wahai para mahasiswaku, senyummu juga sedihmu, adalah hidupku".

Kalau perlu sebutkan dengan ikhlas, "akulah penjagamu, akulah pelindungmu, akulah pendampingmu, di setiap langkah-langkahmu (romi maulana, gigi)". Dijamin mahasiswa kita pasti klepek-klepek dan mengatakan "everything i do, i do it for you sir ..." :D Kadang mengikuti behavior mereka dengan membuat account friendster dan facebook juga bukan pilihan buruk. Meminta mereka membuat laporan dalam bentuk tulisan lewat fitur blog di friendster kadang saya lakukan untuk men-terapi mahasiswa-mahasiswa saya yang sudah sulit dikendalikan lewat cara konvensional :)

4. Memiliki Kemampuan Teknis
Cukup mengejutkan bahwa technical skill ternyata bukan hal utama yang diharapkan oleh mahasiswa ke dosennya. Sudah menjadi hal yang jamak bahwa kemampuan teknis khususnya yang berhubungan dengan pengetahuan eksplisit, sebenarnya bisa didapat dari berbagai literatur, buku dan ebook yang didapat dengan mudah oleh mahasiswa lewat internet.

Dosen diharapkan oleh mahasiswa untuk jujur, kalau memang nggak ngerti ya bilang saja nggak ngerti, jangan malah muter-muter dan bikin pusing mahasiswa :) Perlu saya beri catatan khusus, pada jurusan computing, mahasiwa kita kadang punya technical skill yang lebih tinggi daripada kita, misalnya berhubungan dengan programming, troubleshoting, dan tren teknologi.

Berkata tidak tahu, adalah suatu hal yang biasa dalam iklim pendidikan di kampus. Mengungkapkan akan mencoba mempelajari masalah itu dan dijadikan bahan diskusi pertemuan pekan depan, adalah jawaban dosen pedjoeang yang jujur dan bertanggung jawab. Sekali lagi, dosen nggak perlu keminter atau merasa lebih pinter daripada mahasiswanya untuk urusan skill teknis. Karakter dosen yang merasa menjadi newbie forever, selalu perlu belajar dan belajar lagi, selalu berdjoeang untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, dan berusaha keras menyelesaikan masalah mahasiswanya, adalah karakter wajib, dan sifatnya tidak hanya wajib kifayah, tapi wajib ain :)

Untuk para dosen, sekali lagi, anak-anak muda, para pembaharu dan penentu masa depan bangsa ada di depan kita. Kitalah yang menentukan apakah mereka akan menjadi seorang pemimpin besar, mujaddid besar, dan ilmuwan besar, yang akan memperbaiki republik ini. Dan jangan lupa, bahwa bahwa kita jugalah yang akan membuat mereka menjadi penjahat dan koruptor besar yang akan memporak porandakan republik ini.

Untuk para mahasiswa, beri kami kesempatan untuk berbenah dan memperbaiki diri. Insya Allah kami akan berusaha menjadi pembimbing dan pendidik yang baik untuk anda sekalian. Kami tidak menginginkan apapun dari kalian semua, para mahasiswa, selain harapan supaya mahasiswa tetap komitmen untuk belajar dan berdjoeang keras, serta pantang menyerah. Hentikanlah sikap main-main, serius dan profesional dalam melakukan kegiatan berhubungan dengan tugas belajas. Bersikaplah seperti layaknya seorang ksatria dan agen perubahan, yang akan mengantarkan republik ini ke jalan yang lebih baik.

Tetap dalam perdjoeangan!


*) Keterangan: Penulis, Romi Satria Wahono, adalah Koordinator IlmuKomputer.Com dan Peneliti LIPI. Blog: http://romisatriawahono.net, e-mail: romi[at]romisatriawahono.net


Alasan Saya mengkutip tulisan Bung Romi ini adalah karena Saya benar2 tertegun saat membacanya.
Keinginan Saya untuk menjadi Dosen yang sampai saat ini belum tercapai adalah salah satunya.
Waktu kuliah di Jogja dulu, saya melihat hanya ada beberapa dosen yang tidak pantas untuk diteriakin "Wahai Dosen, Berbicaralah dengan Bahasa Manusia!".
Belum lagi sifat copy paste nya dosen, namun mengharamkan kepada mahasiswa nya untuk melakukan copy paste. Aduh..., sungguh sadis.
Parameter Jogja, saya kira sudah cukup untuk melukiskan pendidikan di Indonesia.

Jogja, yang jadi tempat berkembang biak tersubur kampus-kampus di Indonesia saja belum menerapkan dengan baik sistem belajar-mengajar yang cukup baik, apa lagi daerah lain.

Semoga aja pendidikan kita dapat semakin maju.
Martir2 pemaju bangsa, Mahasiswa, harusnya lebih kreatif, berani dan bersikap arif menghadapi permasalahan yang ada.

22 Agustus 2008

Apasih itu Clear Channel?

Ini merupakan kutipan dari milis IndoWLI.

Rekan2 IndoWLI,

Mohon informasi yang 'official' donk mengenai terms "Clear Channel" ? karena kdg2 saya suka denger orang bilang 1 E1 clear channel. atau scpc connection 1 E1 Clear channel.

apa arti nya sih ? dan apa cuman berlaku di radio ajah ? mohon pencerahannya.

  • Dari pak Ayom Rahwana
Clear Channel artinya adalah 'jalur bebas protocol' yang artinya pipa yang
ada itu bersih dan bisa dipakai untuk berbagai macam aplikasi dengan
protokol yang tertentu tanpa bermasalah dengan si 'pipa' tadi.

Kurang lebih begitulah menurut saya pengertian clear channel. Mungkin ada
yang menambahkan?
  • Dari Fikobena Tri Aryadi
CMIIW.

E1 TDM ~ 32 Time Slot ~ 32 Clear Channel (untuk standar Eropa).

Tetapi Channel 0 digunakan untuk sinkronisasi. 1 s/d 31 channel lainnya bisa
digunakan untuk suara.

Clear Channel identik 1 channel suara menduduki 1 timeslot Time Division
Multiplexing (TDM) atau identik dengan 64 kbps tanpa mengalami kompresi
lagi.Banyak perangkat yang bisa diset (dg cara kompresi tertentu) untuk
memperbanyak channel voice sehingga dapat menduduki hanya 1 timeslot TDM.
Jadi dalam 1 kanal bisa diduduki lebih dari 1 voice.

Channel yang sudah mengalami kompresi ini dinamakan non Clear Channel lagi.

Hal ini bisa berlaku di media transport apapun asal pake bahasa TDM.

Ini definisi awam aja loh. Definisi lebih teknis mungkin teman2 yang banyak
berkecimpung di multiplexing bisa menjelaskan.

Semoga membantu. :-)
  • Dari Irsan S
Setahu saya, istilah itu pasti denger dari orang ISP ya?
Kalau mereka bilang E1 clear chanel itu .. artinya link yang didapet 2Mbps
for yourself .. ga disharing sama customer lain ..
Penjelasan ilmiahny cari di wiki ya J . atau dari rekan lain ..
Setahu gw .. istilah ini adalah istilah dari elektro .
dan merupakan standar spped di Eropa .
Kalo standar amrik . namanya T1 . speednya 1,544mbps klo ga salah ..
Berlaku untuk FO juga . koq .. ga Cuma radio ..
Ya .. logikanya .. ada T-2 . T-3 .// dan lain lain.
  • Dari Ricky Sophandi
Kalo yang pernah saya dapat yang dimaksud dengan Clear Channel adalah suatu channel yang benar-benar dedicated CIR 1:1
Tidak ada istilah BoD (Bandwidth on Demmand) yaitu channel yang bisa membesar dan mengecil sesuai pemakaian, jadi fixed.
Kalo CC 384 Kbps berarti pure 384Kbps yang disiapkan baik di sisi modulasi maupun demodulasinya.
Kemudian dari segi penempatan slot channel terpisah dengan channel lain yang non CC sehingga peluang untuk interferensi sangat kecil. Yah bisa dianalogikan jalur bus way dah,cuman kalo di Jkt mungkin jalurnya masih bisa disusupi yah hehehehe...


Kalau menurut saya, 1 channel hanya untuk kita.
Misal nya kita langganan 1 E1 (2Mbps). Ya harus nya untuk 2Mbps itu bersih hanya digunakan untuk kita, tanpa ada di bagi-bagi.

11 Agustus 2008

Raja, Dari hari ke hari...

Nama : Raja Maulana Samudra Lubis
Raja 1 Jam.


Raja 1 hari.


Raja 2 hari.


Raja 5 hari.


Raja 6 hari. (Sama bunda).

Bou nya Raja, Raja, Bunda dan Ayah.
(Lagi acara aqiqah Raja Ayah).


Wan Alqy Rasya Fikri dan Raja Maulana Samudra Lubis.


Opung, Raja, Nenek dan Alqy.


Raja Ayah sebelum di Cukur.


Raja Ayah setelah dicukur.

Tekhnik dan cara Cross-connect

Tekhnik dan cara cross-connect


Tools yang dibutuhkan untuk cross-connect adalah

  1. puncher

  • crown LSA

  • K52

  • K57

  1. LED (Light Emitting Diode)

  2. BER Test

  3. PC Laptop terdiri dari

      • Sistem Operasi Windows 2000 atau yang lebih baru.

      • Java

      • Port COM, LAN card, USB to LAN

      • OMS


Saya membagi tekhnik cross-connect menjadi dua bagian, yaitu fisik dan software.

  1. Fisik

Yang dimaksud dengan cross-connect fisik adalah aktifitas yang dilakukan untuk menghubungkan dua site secara fisik menggunakan puncher.

Katakanlah misalnya yang dihubungkan adalah site A dan C, dan posisi kita ada di site B. Maka saat di site B, kita mencari DDF yang ke arah site A dan ke arah site B.

Dengan menggunakan LED, cari yang mana TX dari 1 kabel E1 yang dari site A, dan cari juga yang mana TX dari site C. Setelah didapatkan TX dari masing2 E1, maka hubungkan dengan menggunakan puncher LSA atau K52 atau K57, TX dari site A menuju RX ke site B, dan sebaliknya, hubungkan TX dari site B menuju RX ke site A.

Setelah selesai menghubungkan antar kabel TX dan RX, test kembali dengan menggunakan LED. Harus nya semua kabel E1 saat ini sudah memiliki frekuensi dan ditandai dengan lampu LED menyala. Jika masih ada kabel yang belum menyala, maka cross-connect connect yang dibuat masih belum bekerja dengan baik.

Selain dengan menggunakan LED, kita juga dapat mengecek cross-connect dengan menggunakan Multi-Tester.

Cara nya adalah dengan cara melihat apakah sudah ada frekuensi yang dilewatkan oleh kabel E1, dengan menggunakan fungsi “Hz” pada multi-tester. Sinyal yang baik adalah jika kabel tersebut mengeluarkan frekuensi sekitar 1.023Hz. Dalam beberapa kasus, ada juga kabel yang hanya mengeluarkan frekuensi sekitar 300an Hz. Frekuensi ini tetap bisa melewatkan transmisi.


  1. Software

Berbeda dengan cross-connect fisik, cross-connect software adalah tekhnik menghubungkan 2 site dengan menggunakan software atau komputer. Disini hanya dijelaskan tekhnik cross-connect menggunakan produk Ericsson yaitu Minilink TN dan Marconi.

    1. Traffic Node

Ada beberapa hal yang harus di pahami agar dapat mengerti tekhnik melakukan cross-connect menggunakan software.

Seperti sudah dijelaskan dibagian awal, bahwa biasa nya TN yang banyak digunakan adalah 6P dan 20P.

Bagaimana cara menghitung slot nya? Ini harus diperhatikan untuk instalasi, apalagi dalam cross-connect. PFU (Power Filter Unit) terdapat disisi paling kiri dan menempati slot 0. Slot 1 diisi oleh FAU (Fan Unit). Sedangkan slot 2 sampai dengan 6 dapat diisi LTU155e, LTU16x2 atau MMU2. Sedangkan slot 7 yang diatas diisi oleh NPU 8x2.


Menghitung letak slot TN 20P sedikit lebih mudah dibandingkan dengan TN 6P. Sisi paling kiri atau slot 0 diisi oleh PFU. Di slot 10 diisi oleh NPU, sedangkan slot lainnya dapat diisi dengan MMU, SMU, LTU155e dan LTU16x2.

Untuk keperluan cross-connect, yang diharus dipahami adalah peletakan slot LTU 16x2 dan LTU155e.


Masuk ke TN

Untuk dapat masuk ke TN, yang harus diperlukan adalah alamat IP. Jika TN tersebut belum pernah di commissioning, maka IP default nya adalah 10.0.0.1 dengan subnet mask adalah 255.255.255.0. Sedangkan jika TN tersebut sudah di commissioning, maka IP nya dapat dilihat disisi kiri TN terdapat sebuah lempengan. Dan jika lempengan tersebut belum di berikan alamat IP, atau IP yang dilempengan tersebut salah, maka kita dapat mengetahui IP dari TN tersebut dengan menggunakan kabel DB9 male to female (


Semua E1 / port yang terdapat disisi DDF, baik LSA, K52 atau K57 didalam software dikenal 1A sampai dengan 4D. dibawah ini dijelaskan table konversi dari port fisik ke angka disoftware.

Fisik

Software

E1 1

1A

E1 2

1B

E1 3

1C

E1 4

1D

E1 5

2A

E1 6

2B

E1 7

2C

E1 8

2D

E1 9

3A

E1 10

3B

E1 11

3C

E1 12

3D

E1 13

4A

E1 14

4B

E1 15

4C

E1 16

4D

Tabel konversi fisik ke software.


Ke 16 E1 ini biasa nya terdapat dalam satu slot LTU 16x2. Dengan demikian, berapapun jumlah LTU 16x2 yang terdapat dalam sebuah TN, maka total nya adalah dikali 16 E1.


Setelah memahami slot E1 fisik, selanjutnya adalah memahami apa yang disebut dengan Air Interface (Um).

E1

Air Interface

1

1.1.1

2

1.1.2

3

1.1.3

4

1.2.1

5

1.2.2

21

1.7.3

34

2.5.1

s/d

s/d

63

3.7.3

Tabel konversi E1 ke Air Interface


Jenis Slot / LTU

Keterangan

16x2

Adalah E1 yang jatuh langsung ke DDF. Jika dilihat disoftware maka cirinya adalah 1A, 1B, 1C, 1D, 2A s/d 4D

155e

Adalah E1 yang tidak kelihatan. E1 ini digunakan untuk menghubungkan antara 1 site dengan site yang lain atau lebih. Jika dilihat di software maka cirinya adalah 1.1.1, 1.1.2, 1.4.3, 1.6.2, 1.7.2, s/d 1.7.3


Untuk dapat melakukan cross-connect menggunakan software, ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu :

  • Pastikan secara fisik di near end dan far end terdapat E1 (biasanya lebih disebut dengan port) yang kosong (tidak terdapat loop, atau lampu di RX mati). Dan cek juga disoftware apa sudah ada cross-connect yang digunakan.

  • Pastikan juga air interface near end dengan air interface far end ada yang sejenis. Misalnya kita melihat bahwa air interface 1.7.2 di near end tidak digunakan, maka lihat juga di far end, dan pastikan kalau air interface 1.7.2 juga tidak digunakan.


Katakan lah, E1 di DDF K52 yg kosong disite "A" adalah E1 15, ini berarti dalam software TN, E1 ini dikenal dengan port 4C.

Dan kita cari juga air interface yang kosong di LTU155e pada TN yg sama, katakan juga kita mendapati terdapat air interface 1.7.2 yang kosong.

INGAT, jika kita ingin menggunakan air interface 1.7.2 di site A, MAKA PASTIKAN JUGA disite B (Far end) air interface 1.7.2 juga masih kosong.

Dengan meng-klik Configuration -> Traffic Routing, buatlah crossconnect di TN site A.


Setelah selesai, lanjutkan pindah ke site B.

Cari port E1 yang masih kosong, buka TN nya, dan buat crossconnect dengan menghubungkan air interface 1.7.2 dengan port E1 disite B yang masih kosong tadi.

Lanjutkan dengan mengetest kelurusan.


    1. Marconi


Untuk cross-connect menggunakan Marconi, akan saya buat judul sendiri.


18 Juli 2008

Salaman Dengan RI 1, 1 detik.

Nama : Marah Sakti Lubis


Setelah sekian lama gak posting, aku mau posting video ku.
Gak tanggung-tanggung, video ku kali ini saat beberapa detik salaman dengan RI 1, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Ini kali kedua aku salaman dengan beliau (ingat tohir).
Lokasi nya di Perbaungan, depan POM bensin.

23 April 2008

BER Test - Sunlite E1


Tombol untuk nge Print.

29 Maret 2008

UU ITE

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANGUNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR . TAHUN .

TENTANG

INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa pembangunan nasional adalah suatu proses yang berkelanjutan yang harus senantiasa

tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat;

b. bahwa globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat

informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan

Informasi dan Transaksi Elektronik di tingkat nasional sehingga pembangunan Teknologi

Informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat

guna mencerdaskan kehidupan bangsa;

c. bahwa perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang demikian pesat telah

menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara

langsung telah memengaruhi lahirnya bentukbentuk perbuatan hukum baru;

d. bahwa penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi harus terus dikembangkan untuk

menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan

Peraturan Perundangundangan demi kepentingan nasional;

e. bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam perdagangan dan

pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat;

f. bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan Teknologi Informasi melalui infrastruktur

hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi dilakukan secara aman

untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilainilai agama dan sosial

budaya masyarakat Indonesia;

g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf

d, huruf e, dan huruf f perlu membentuk UndangUndang tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik;

Mengingat :

Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANGUNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam UndangUndang ini yang dimaksud dengan:

1. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak

terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI),

surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda,

angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat

dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

2. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer,

jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.

3. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan,

memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.

4. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan,

diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya,

yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik,

termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau

sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau

arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

5. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi

mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan,

mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.

6. Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara

negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.

7. Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih, yang bersifat

tertutup ataupun terbuka.

8. Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk melakukan

suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang

diselenggarakan oleh Orang.

9. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan

Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi

Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.

10. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang

layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.

11. Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga independen yang dibentuk oleh profesional yang

diakui, disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan

mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik.

12. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang

dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai

alat verifikasi dan autentikasi.

13. Penanda Tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan Tanda Tangan

Elektronik.

14. Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang

melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.

15. Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau

dalam jaringan.

16. Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di antaranya, yang

merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik lainnya.

17. Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.

18. Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik.

19. Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik dari Pengirim.

20. Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau

masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode

atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet.

21. Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun

badan hukum.

22. Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang

berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

23. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.

Pasal 2

UndangUndang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana

diatur dalam UndangUndang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar

wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar

wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.

BAB II

ASAS DAN TUJUAN

Pasal 3

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian

hukum, manfaat, kehatihatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.

Pasal 4

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:

a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;

b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan

kesejahteraan masyarakat;

c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;

d. membuka kesempatan seluasluasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan

kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin

dan bertanggung jawab; dan

e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan

penyelenggara Teknologi Informasi.

BAB III

INFORMASI, DOKUMEN, DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK

Pasal 5

1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat

bukti hukum yang sah.

2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum

Acara yang berlaku di Indonesia.

3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem

Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UndangUndang ini.

4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) tidak berlaku untuk:

a. surat yang menurut UndangUndang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan

b. surat beserta dokumennya yang menurut UndangUndang harus dibuat dalam bentuk akta

notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.

Pasal 6

Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa

suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin

keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.

Pasal 7

Setiap Orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak Orang lain

berdasarkan adanya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik harus memastikan bahwa

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang ada padanya berasal dari Sistem Elektronik

yang memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Perundangundangan.

Pasal 8

(1) Kecuali diperjanjikan lain, waktu pengiriman suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik telah dikirim dengan

alamat yang benar oleh Pengirim ke suatu Sistem Elektronik yang ditunjuk atau dipergunakan Penerima

dan telah memasuki Sistem Elektronik yang berada di luar kendali Pengirim.

(2) Kecuali diperjanjikan lain, waktu penerimaan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem

Elektronik di bawah kendali Penerima yang berhak.

(3) Dalam hal Penerima telah menunjuk suatu Sistem Elektronik tertentu untuk menerima Informasi

Elektronik, penerimaan terjadi pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki

Sistem Elektronik yang ditunjuk.

(4) Dalam hal terdapat dua atau lebih sistem informasi yang digunakan dalam pengiriman atau

penerimaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, maka:

a. waktu pengiriman adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki

sistem informasi pertama yang berada di luar kendali Pengirim;

b. waktu penerimaan adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki

sistem informasi terakhir yang berada di bawah kendali Penerima.

Pasal 9

Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus menyediakan informasi yang

lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan.

Pasal 10

(1) Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat disertifikasi oleh Lembaga

Sertifikasi Keandalan.

(2) Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi Keandalan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11

(1) Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi

persyaratan sebagai berikut:

a. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;

b. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya

berada dalam kuasa Penanda Tangan;

c. segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu

penandatanganan dapat diketahui;

d. segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik

tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;

e. terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya; dan

f. terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan

persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.

(2) Ketentuan lebih lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur

dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 12

(1) Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban memberikan pengamanan

atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya.

(2) Pengamanan Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya

meliputi:

a. Sistem tidak dapat diakses oleh Orang lain yang tidak berhak;

b. Penanda Tangan harus menerapkan prinsip kehatihatian untuk menghindari penggunaan

secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan Elektronik;

c. Penanda Tangan harus tanpa menundanunda, menggunakan cara yang dianjurkan oleh

penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun cara lain yang layak dan sepatutnya harus

segera memberitahukan kepada seseorang yang oleh Penanda Tangan dianggap memercayai

Tanda Tangan Elektronik atau kepada pihak pendukung layanan Tanda Tangan Elektronik jika:

1. Penanda Tangan mengetahui bahwa data pembuatan Tanda Tangan Elektronik telah

dibobol; atau

2. Keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan risiko yang berarti,

kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan Tanda Tangan Elektronik; dan

d. Dalam hal Sertifikat Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda Tangan Elektronik, Penanda

Tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua informasi yang terkait dengan

Sertifikat Elektronik tersebut.

(3) Setiap Orang yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi hukum yang timbul.

BAB IV

PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI ELEKTRONIK DAN SISTEM ELEKTRONIK

Bagian Kesatu

Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik

Pasal 13

(1) Setiap Orang berhak menggunakan jasa Penyelenggara Sertifikasi Elektronik untuk pembuatan Tanda

Tangan Elektronik.

(2) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus memastikan keterkaitan suatu Tanda Tangan Elektronik

dengan pemiliknya.

(3) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik terdiri atas:

a. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia; dan

b. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing.

(4) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia berbadan hukum Indonesia dan berdomisili di

Indonesia.

(5) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing yang beroperasi di Indonesia harus terdaftar di Indonesia.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 14

Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) sampai dengan ayat

(5) harus menyediakan informasi yang akurat, jelas, dan pasti kepada setiap pengguna jasa, yang

meliputi:

a. metode yang digunakan untuk mengidentifikasi Penanda Tangan;

b. hal yang dapat digunakan untuk mengetahui data diri pembuat Tanda Tangan Elektronik; dan

c. hal yang dapat digunakan untuk menunjukkan keberlakuan dan keamanan Tanda Tangan Elektronik.

Bagian Kedua

Penyelenggaraan Sistem Elektronik

Pasal 15

(1) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan

aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya.

(2) Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem

Elektroniknya.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya

keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.

Pasal 16

(1) Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undangundang tersendiri, setiap Penyelenggara Sistem

Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi persyaratan minimum sebagai

berikut:

a. dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara utuh

sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan Perundangundangan;

b. dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan

Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;

c. dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan Sistem

Elektronik tersebut;

d. dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau

simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem

Elektronik tersebut; dan

e. memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan

kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.

(2) Ketentuan lebih lanjut tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB V

TRANSAKSI ELEKTRONIK

Pasal 17

(1) Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat.

(2) Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib

beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik selama transaksi berlangsung.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 18

(1) Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak.

(2) Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik

internasional yang dibuatnya.

(3) Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik internasional, hukum yang

berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.

(4) Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga

penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari

Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.

(5) Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penetapan

kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang

berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas

Hukum Perdata Internasional.

Pasal 19

Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik harus menggunakan Sistem

Elektronik yang disepakati.

Pasal 20

(1) Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi Elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi

yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima.

(2) Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.

Pasal 21

(1) Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan

olehnya, atau melalui Agen Elektronik.

(2) Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:

a. jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi

tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;

b. jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi

Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau

c. jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi

Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.

(3) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat tindakan

pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab

penyelenggara Agen Elektronik.

(4) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat kelalaian

pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya

keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.

Pasal 22

(1) Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada Agen Elektronik yang

dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan perubahan informasi yang masih dalam

proses transaksi.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen Elektronik tertentu sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI

NAMA DOMAIN, HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL,

DAN PERLINDUNGAN HAK PRIBADI

Pasal 23

(1) Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat berhak memiliki Nama

Domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama.

(2) Pemilikan dan penggunaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan

pada iktikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak

Orang lain.

(3) Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, atau masyarakat yang dirugikan karena

penggunaan Nama Domain secara tanpa hak oleh Orang lain, berhak mengajukan gugatan pembatalan

Nama Domain dimaksud.

Pasal 24

(1) Pengelola Nama Domain adalah Pemerintah dan/atau masyarakat.

(2) Dalam hal terjadi perselisihan pengelolaan Nama Domain oleh masyarakat, Pemerintah berhak

mengambil alih sementara pengelolaan Nama Domain yang diperselisihkan.

(3) Pengelola Nama Domain yang berada di luar wilayah Indonesia dan Nama Domain yang

diregistrasinya diakui keberadaannya sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Perundangundangan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 25

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi

karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di

dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan

Peraturan Perundangundangan.

Pasal 26

(1) Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundangundangan, penggunaan setiap informasi melalui

media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang

bersangkutan.

(2) Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan

atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan UndangUndang ini.

BAB VII

PERBUATAN YANG DILARANG

Pasal 27

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau

membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan

yang melanggar kesusilaan.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau

membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan

perjudian.

(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau

membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan

penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

(4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau

membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan

pemerasan dan/atau pengancaman.

Pasal 28

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang

mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk

menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu

berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Pasal 29

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik

dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau

menakutnakuti yang ditujukan secara pribadi.

Pasal 30

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau

Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau

Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik.

(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau

Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol

sistem pengamanan.

Pasal 31

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau

penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau

Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas

transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di

dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak

menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan,

dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.

(3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam

rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum

lainnya yang ditetapkan berdasarkan undangundang.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur

dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 32

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah,

menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan,

menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik

publik.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun

memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem

Elektronik Orang lain yang tidak berhak.

(3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh

publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.

Pasal 33

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan

tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau

mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana

mestinya.

Pasal 34

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual,

mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki:

a. perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus

dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai

dengan Pasal 33;

b. sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem

Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.

(2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika ditujukan untuk melakukan

kegiatan penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk perlindungan Sistem Elektronik itu sendiri secara

sah dan tidak melawan hukum.

Pasal 35

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan

manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolaholah data

yang otentik.

Pasal 36

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan

perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang

mengakibatkan kerugian bagi Orang lain.

Pasal 37

Setiap Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia

terhadap Sistem Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.

BAB VIII

PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 38

(1) Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik

dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian.

(2) Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan

Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat merugikan masyarakat,

sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan.

Pasal 39

(1) Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan.

(2) Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak dapat

menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai

dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan.

BAB IX

PERAN PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT

Pasal 40

(1) Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sesuai dengan

ketentuan Peraturan Perundangundangan.

(2) Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat

penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum,

sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan.

(3) Pemerintah menetapkan instansi atau institusi yang memiliki data elektronik strategis yang wajib

dilindungi.

(4) Instansi atau institusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus membuat Dokumen Elektronik dan

rekam cadang elektroniknya serta menghubungkannya ke pusat data tertentu untuk kepentingan

pengamanan data.

(5) Instansi atau institusi lain selain diatur pada ayat (3) membuat Dokumen Elektronik dan rekam

cadang elektroniknya sesuai dengan keperluan perlindungan data yang dimilikinya.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),

dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 41

(1) Masyarakat dapat berperan meningkatkan pemanfaatan Teknologi Informasi melalui penggunaan

dan Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan Undang

Undang ini.

(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan melalui lembaga yang

dibentuk oleh masyarakat.

(3) Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memiliki fungsi konsultasi dan mediasi.

BAB X

PENYIDIKAN

Pasal 42

Penyidikan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang

ini, dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan

ketentuan dalam UndangUndang ini.

Pasal 43

(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di

lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan

Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang

Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi

Informasi dan Transaksi Elektronik.

(2) Penyidikan di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan

publik, integritas data, atau keutuhan data sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan.

(3) Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap sistem elektronik yang terkait dengan dugaan tindak

pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat.

(4) Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),

penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.

(5) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:

a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana

berdasarkan ketentuan UndangUndang ini;

b. memanggil setiap Orang atau pihak lainnya untuk didengar dan/atau diperiksa sebagai

tersangka atau saksi sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana di bidang terkait

dengan ketentuan UndangUndang ini;

c. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak

pidana berdasarkan ketentuan UndangUndang ini;

d. melakukan pemeriksaan terhadap Orang dan/atau Badan Usaha yang patut diduga

melakukan tindak pidana berdasarkan UndangUndang ini;

e. melakukan pemeriksaan terhadap alat dan/atau sarana yang berkaitan dengan kegiatan

Teknologi Informasi yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana berdasarkan

UndangUndang ini;

f. melakukan penggeledahan terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan sebagai

tempat untuk melakukan tindak pidana berdasarkan ketentuan UndangUndang ini;

g. melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan atau sarana kegiatan Teknologi

Informasi yang diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan Peraturan Perundangundangan;

h. meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana

berdasarkan UndangUndang ini; dan/atau

i. mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana berdasarkan UndangUndang ini sesuai

dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku.

(6) Dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan, penyidik melalui penuntut umum wajib

meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam waktu satu kali dua puluh empat jam.

(7) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan Penyidik

Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan

hasilnya kepada penuntut umum.

(8) Dalam rangka mengungkap tindak pidana Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik, penyidik

dapat berkerja sama dengan penyidik negara lain untuk berbagi informasi dan alat bukti.

Pasal 44

Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan

menurut ketentuan UndangUndang ini adalah sebagai berikut:

a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundangundangan; dan

b. alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).

BAB XI

KETENTUAN PIDANA

Pasal 45

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat

(3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling

banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2)

dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana

penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar

rupiah).

Pasal 46

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan

pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam

ratus juta rupiah).

(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan

pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus

juta rupiah).

(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan

pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan

ratus juta rupiah).

Pasal 47

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2)

dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Pasal 48

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan

pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua

miliar rupiah).

(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan

pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga

miliar rupiah).

(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan

pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima

miliar rupiah).

Pasal 49

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33,

dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau

denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 50

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat

(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau

denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 51

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana

penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas

miliar rupiah).

(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana

penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas

miliar rupiah).

Pasal 52

(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) menyangkut kesusilaan atau

eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga dari pidana pokok.

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan

terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

milik Pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layanan publik dipidana dengan pidana pokok

ditambah sepertiga.

(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan

terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

milik Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank

sentral, perbankan, keuangan, lembaga internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana

maksimal ancaman pidana pokok masingmasing Pasal ditambah dua pertiga.

(4) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 dilakukan

oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.

BAB XII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 53

Pada saat berlakunya UndangUndang ini, semua Peraturan Perundangundangan

dan kelembagaan yang berhubungan dengan pemanfaatan Teknologi Informasi

yang tidak bertentangan dengan UndangUndang ini dinyatakan tetap berlaku.

BAB XIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 54

(1) UndangUndang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

(2) Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun setelah diundangkannya

UndangUndang ini. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan UndangUndang

ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

ANDI MATTALATA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN

PENJELASAN

RANCANGAN UNDANGUNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR ......TAHUN ....

TENTANG

INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

I. UMUM

Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat

maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah

pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan

sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini

menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan,

kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.

Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika.

Hukum siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan

pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan

perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain

yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia

maya (virtual world law), dan hukum mayantara. Istilahistilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang

dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun

global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan

sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual. Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah

ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik,

khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan

melalui sistem elektronik.

Yang dimaksud dengan sistem elektronik adalah sistem komputer dalam arti luas, yang tidak hanya

mencakup perangkat keras dan perangkat lunak komputer, tetapi juga mencakup jaringan

telekomunikasi dan/atau sistem komunikasi elektronik. Perangkat lunak atau program komputer adalah

sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang

apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat

komputer bekerja untuk melakukan fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk

persiapan dalam merancang instruksi tersebut.

Sistem elektronik juga digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi yang merupakan

penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik, yang

berfungsi merancang, memproses, menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan atau menyebarkan

informasi elektronik. Sistem informasi secara teknis dan manajemen sebenarnya adalah perwujudan

penerapan produk teknologi informasi ke dalam suatu bentuk organisasi dan manajemen sesuai dengan

karakteristik kebutuhan pada organisasi tersebut dan sesuai dengan tujuan peruntukannya. Pada sisi

yang lain, sistem informasi secara teknis dan fungsional adalah keterpaduan sistem antara manusia dan

mesin yang mencakup komponen perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, sumber daya manusia,

dan substansi informasi yang dalam pemanfaatannya mencakup fungsi input, process, output, storage,

dan communication.

Sehubungan dengan itu, dunia hukum sebenarnya sudah sejak lama memperluas penafsiran asas dan

normanya ketika menghadapi persoalan kebendaan yang tidak berwujud, misalnya dalam kasus

pencurian listrik sebagai perbuatan pidana. Dalam kenyataan kegiatan siber tidak lagi sederhana karena

kegiatannya tidak lagi dibatasi oleh teritori suatu negara, yang mudah diakses kapan pun dan dari mana

pun. Kerugian dapat terjadi baik pada pelaku transaksi maupun pada orang lain yang tidak pernah

melakukan transaksi, misalnya pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di Internet. Di

samping itu, pembuktian merupakan faktor yang sangat penting, mengingat informasi elektronik bukan

saja belum terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia secara komprehensif, melainkan juga

ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan, dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam

waktu hitungan detik. Dengan demikian, dampak yang diakibatkannya pun bisa demikian kompleks dan

rumit.

Permasalahan yang lebih luas terjadi pada bidang keperdataan karena transaksi elektronik untuk

kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik (electronic commerce) telah menjadi bagian dari

perniagaan nasional dan internasional. Kenyataan ini menunjukkan bahwa konvergensi di bidang

teknologi informasi, media, dan informatika (telematika) berkembang terus tanpa dapat dibendung,

seiring dengan ditemukannya perkembangan baru di bidang teknologi informasi, media, dan

komunikasi.

Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga ruang siber (cyber space), meskipun bersifat

virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis kegiatan

pada ruang siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika

cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan hukum.

Kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat

buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai

Orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata. Dalam kegiatan ecommerce antara lain

dikenal adanya dokumen elektronik yang kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang dibuat di

atas kertas.

Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan

teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itu,

terdapat tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di cyber space, yaitu pendekatan aspek hukum,

aspek teknologi, aspek sosial, budaya, dan etika. Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam

penyelenggaraan sistem secara elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa kepastian

hukum, persoalan pemanfaatan teknologi informasi menjadi tidak optimal.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

UndangUndang ini memiliki jangkauan yurisdiksi tidak sematamata untuk perbuatan hukum yang

berlaku di Indonesia dan/atau dilakukan oleh warga negara Indonesia, tetapi juga berlaku untuk

perbuatan hukum yang dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia baik oleh warga negara

Indonesia maupun warga negara asing atau badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing yang

memiliki akibat hukum di Indonesia, mengingat pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Informasi

Elektronik dan Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas teritorial atau universal. Yang dimaksud dengan

"merugikan kepentingan Indonesia" adalah meliputi tetapi tidak terbatas pada merugikan kepentingan

ekonomi nasional, perlindungan data strategis, harkat dan martabat bangsa, pertahanan dan keamanan

negara, kedaulatan negara, warga negara, serta badan hukum Indonesia.

Pasal 3

"Asas kepastian hukum" berarti landasan hukum bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi

Elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapatkan pengakuan

hukum di dalam dan di luar pengadilan.

"Asas manfaat" berarti asas bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diupayakan

untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

"Asas kehatihatian" berarti landasan bagi pihak yang bersangkutan harus memperhatikan segenap

aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi pihak lain dalam

pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.

"Asas iktikad baik" berarti asas yang digunakan para pihak dalam melakukan Transaksi Elektronik tidak

bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak

lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut.

"Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi" berarti asas pemanfaatan Teknologi Informasi

dan Transaksi Elektronik tidak terfokus pada penggunaan teknologi tertentu sehingga dapat mengikuti

perkembangan pada masa yang akan datang.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Ayat 1

Cukup jelas.

Ayat 2

Cukup jelas.

Ayat 3

Cukup jelas.

Ayat 4

Huruf a

Surat yang menurut undangundang harus dibuat tertulis meliputi tetapi tidak terbatas pada surat

berharga, surat yang berharga, dan surat yang digunakan dalam proses penegakan hukum acara

perdata, pidana, dan administrasi negara.

Huruf b

Cukup jelas.

Pasal 6

Selama ini bentuk tertulis identik dengan informasi dan/atau dokumen yang tertuang di atas kertas

semata, padahal pada hakikatnya informasi dan/atau dokumen dapat dituangkan ke dalam media apa

saja, termasuk media elektronik. Dalam lingkup Sistem Elektronik, informasi yang asli dengan salinannya

tidak relevan lagi untuk dibedakan sebab Sistem Elektronik pada dasarnya beroperasi dengan cara

penggandaan yang mengakibatkan informasi yang asli tidak dapat dibedakan lagi dari salinannya.

Pasal 7

Ketentuan ini dimaksudkan bahwa suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dapat

digunakan sebagai alasan timbulnya suatu hak.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Yang dimaksud dengan "informasi yang lengkap dan benar" meliputi:

a. informasi yang memuat identitas serta status subjek hukum dan kompetensinya, baik sebagai

produsen, pemasok, penyelenggara maupun perantara;

b. informasi lain yang menjelaskan hal tertentu yang menjadi syarat sahnya perjanjian serta

menjelaskan barang dan/atau jasa yang ditawarkan, seperti nama, alamat, dan deskripsi

barang/jasa.

Pasal 10

Ayat (1)

Sertifikasi Keandalan dimaksudkan sebagai bukti bahwa pelaku usaha yang melakukan perdagangan

secara elektronik layak berusaha setelah melalui penilaian dan audit dari badan yang berwenang. Bukti

telah dilakukan Sertifikasi Keandalan ditunjukkan dengan adanya logo sertifikasi berupa trust mark pada

laman (home page) pelaku usaha tersebut.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 11

Ayat (1)

UndangUndang ini memberikan pengakuan secara tegas bahwa meskipun hanya merupakan suatu

kode, Tanda Tangan Elektronik memiliki kedudukan yang sama dengan tanda tangan manual pada

umumnya yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum.

Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini merupakan persyaratan minimum yang harus

dipenuhi dalam setiap Tanda Tangan Elektronik. Ketentuan ini membuka kesempatan seluasluasnya

kepada siapa pun untuk mengembangkan metode, teknik, atau proses pembuatan Tanda Tangan

Elektronik.

Ayat (2)

Peraturan Pemerintah dimaksud, antara lain, mengatur tentang teknik, metode, sarana, dan proses

pembuatan Tanda Tangan Elektronik.

Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini adalah informasi yang minimum harus dipenuhi oleh

setiap penyelenggara Tanda Tangan Elektronik.

Pasal 15

Ayat (1)

"Andal" artinya Sistem Elektronik memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan penggunaannya.

"Aman" artinya Sistem Elektronik terlindungi secara fisik dan nonfisik.

"Beroperasi sebagaimana mestinya" artinya Sistem Elektronik memiliki kemampuan sesuai dengan

spesifikasinya.

Ayat (2)

"Bertanggung jawab" artinya ada subjek hukum yang bertanggung jawab secara hukum terhadap

Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Ayat (1)

UndangUndang ini memberikan peluang terhadap pemanfaatan Teknologi Informasi oleh

penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.

Pemanfaatan Teknologi Informasi harus dilakukan secara baik, bijaksana, bertanggung jawab, efektif,

dan efisien agar dapat diperoleh manfaat yang sebesarbesarnya bagi masyarakat.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 18

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Pilihan hukum yang dilakukan oleh para pihak dalam kontrak internasional termasuk yang dilakukan

secara elektronik dikenal dengan choice of law. Hukum ini mengikat sebagai hukum yang berlaku bagi

kontrak tersebut. Pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik hanya dapat dilakukan jika dalam

kontraknya terdapat unsur asing dan penerapannya harus sejalan dengan prinsip hukum perdata

internasional (HPI).

Ayat (3)

Dalam hal tidak ada pilihan hukum, penetapan hukum yang berlaku berdasarkan prinsip atau asas

hukum perdata internasional yang akan ditetapkan sebagai hukum yang berlaku pada kontrak tersebut.

Ayat (4)

Forum yang berwenang mengadili sengketa kontrak internasional, termasuk yang dilakukan secara

elektronik, adalah forum yang dipilih oleh para pihak. Forum tersebut dapat berbentuk pengadilan,

arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya.

Ayat (5)

Dalam hal para pihak tidak melakukan pilihan forum, kewenangan forum berlaku berdasarkan prinsip

atau asas hukum perdata internasional. Asas tersebut dikenal dengan asas tempat tinggal tergugat (the

basis of presence) dan efektivitas yang menekankan pada tempat harta benda tergugat berada

(principle of effectiveness) .

Pasal 19

Yang dimaksud dengan "disepakati" dalam pasal ini juga mencakup disepakatinya prosedur yang

terdapat dalam Sistem Elektronik yang bersangkutan.

Pasal 20

Ayat (1)

Transaksi Elektronik terjadi pada saat kesepakatan antara para pihak yang dapat berupa, antara lain

pengecekan data, identitas, nomor identifikasi pribadi (personal identification number/PIN) atau sandi

lewat (password).

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 21

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "dikuasakan" dalam ketentuan ini sebaiknya dinyatakan dalam surat kuasa.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 22

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "fitur" adalah fasilitas yang memberikan kesempatan kepada pengguna Agen

Elektronik untuk melakukan perubahan atas informasi yang disampaikannya, misalnya fasilitas

pembatalan (cancel), edit, dan konfirmasi ulang.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 23

Ayat (1)

Nama Domain berupa alamat atau jati diri penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau

masyarakat, yang perolehannya didasarkan pada prinsip pendaftar pertama (first come first serve).

Prinsip pendaftar pertama berbeda antara ketentuan dalam Nama Domain dan dalam bidang hak

kekayaan intelektual karena tidak diperlukan pemeriksaan substantif, seperti pemeriksaan dalam

pendaftaran merek dan paten.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "melanggar hak Orang lain", misalnya melanggar merek terdaftar, nama badan

hukum terdaftar, nama Orang terkenal, dan nama sejenisnya yang pada intinya merugikan Orang lain.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "penggunaan Nama Domain secara tanpa hak" adalah pendaftaran dan

penggunaan Nama Domain yang sematamata ditujukan untuk menghalangi atau menghambat Orang

lain untuk menggunakan nama yang intuitif dengan keberadaan nama dirinya atau nama produknya,

atau untuk mendompleng reputasi Orang yang sudah terkenal atau ternama, atau untuk menyesatkan

konsumen.

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun dan didaftarkan sebagai karya

intelektual, hak cipta, paten, merek, rahasia dagang, desain industri, dan sejenisnya wajib dilindungi

oleh UndangUndang ini dengan memperhatikan ketentuan Peraturan Perundangundangan.

Pasal 26

Ayat (1)

Dalam pemanfaatan Teknologi Informasi, perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian dari

hak pribadi (privacy rights). Hak pribadi mengandung pengertian sebagai berikut:

a. Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam

gangguan.

b. Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan Orang lain tanpa tindakan

mematamatai.

c. Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data

seseorang.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.

Pasal 30

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Secara teknis perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat dilakukan, antara lain

dengan:

a. melakukan komunikasi, mengirimkan, memancarkan atau sengaja berusaha mewujudkan halhal

tersebut kepada siapa pun yang tidak berhak untuk menerimanya; atau

b. sengaja menghalangi agar informasi dimaksud tidak dapat atau gagal diterima oleh yang

berwenang menerimanya di lingkungan pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

Ayat (3)

Sistem pengamanan adalah sistem yang membatasi akses Komputer atau melarang akses ke dalam

Komputer dengan berdasarkan kategorisasi atau klasifikasi pengguna beserta tingkatan kewenangan

yang ditentukan.

Pasal 31

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "intersepsi atau penyadapan" adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam,

membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun

jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "kegiatan penelitian" adalah penelitian yang dilaksanakan oleh lembaga

penelitian yang memiliki izin.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Cukup jelas.

Pasal 38

Cukup jelas.

Pasal 39

Cukup jelas.

Pasal 40

Cukup jelas.

Pasal 41

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "lembaga yang dibentuk oleh masyarakat" merupakan lembaga yang bergerak di

bidang teknologi informasi dan transaksi elektronik.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 42

Cukup jelas.

Pasal 43

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Yang dimaksud dengan "ahli" adalah seseorang yang memiliki keahlian khusus di bidang Teknologi

Informasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis maupun praktis mengenai

pengetahuannya tersebut.

Huruf i

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (8)

Cukup jelas.

Pasal 44

Cukup jelas.

Pasal 45

Cukup jelas.

Pasal 46

Cukup jelas.

Pasal 47

Cukup jelas.

Pasal 48

Cukup jelas.

Pasal 49

Cukup jelas.

Pasal 50

Cukup jelas.

Pasal 51

Cukup jelas.

Pasal 52

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghukum setiap perbuatan melawan hukum yang memenuhi unsur

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 34 yang dilakukan oleh korporasi

(corporate crime) dan/atau oleh pengurus dan/atau staf yang memiliki kapasitas untuk:

a. mewakili korporasi;

b. mengambil keputusan dalam korporasi;

c. melakukan pengawasan dan pengendalian dalam korporasi;

d. melakukan kegiatan demi keuntungan korporasi.

Pasal 53

Cukup jelas.

Pasal 54

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...