29 Maret 2008

UU ITE

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANGUNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR . TAHUN .

TENTANG

INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa pembangunan nasional adalah suatu proses yang berkelanjutan yang harus senantiasa

tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat;

b. bahwa globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat

informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan

Informasi dan Transaksi Elektronik di tingkat nasional sehingga pembangunan Teknologi

Informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat

guna mencerdaskan kehidupan bangsa;

c. bahwa perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang demikian pesat telah

menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara

langsung telah memengaruhi lahirnya bentukbentuk perbuatan hukum baru;

d. bahwa penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi harus terus dikembangkan untuk

menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan

Peraturan Perundangundangan demi kepentingan nasional;

e. bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam perdagangan dan

pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat;

f. bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan Teknologi Informasi melalui infrastruktur

hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi dilakukan secara aman

untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilainilai agama dan sosial

budaya masyarakat Indonesia;

g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf

d, huruf e, dan huruf f perlu membentuk UndangUndang tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik;

Mengingat :

Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANGUNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam UndangUndang ini yang dimaksud dengan:

1. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak

terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI),

surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda,

angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat

dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

2. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer,

jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.

3. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan,

memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.

4. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan,

diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya,

yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik,

termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau

sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau

arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

5. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi

mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan,

mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.

6. Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara

negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.

7. Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih, yang bersifat

tertutup ataupun terbuka.

8. Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk melakukan

suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang

diselenggarakan oleh Orang.

9. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan

Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi

Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.

10. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang

layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.

11. Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga independen yang dibentuk oleh profesional yang

diakui, disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan

mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik.

12. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang

dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai

alat verifikasi dan autentikasi.

13. Penanda Tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan Tanda Tangan

Elektronik.

14. Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang

melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.

15. Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau

dalam jaringan.

16. Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di antaranya, yang

merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik lainnya.

17. Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.

18. Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik.

19. Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik dari Pengirim.

20. Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau

masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode

atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet.

21. Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun

badan hukum.

22. Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang

berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

23. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.

Pasal 2

UndangUndang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana

diatur dalam UndangUndang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar

wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar

wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.

BAB II

ASAS DAN TUJUAN

Pasal 3

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian

hukum, manfaat, kehatihatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.

Pasal 4

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:

a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;

b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan

kesejahteraan masyarakat;

c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;

d. membuka kesempatan seluasluasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan

kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin

dan bertanggung jawab; dan

e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan

penyelenggara Teknologi Informasi.

BAB III

INFORMASI, DOKUMEN, DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK

Pasal 5

1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat

bukti hukum yang sah.

2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum

Acara yang berlaku di Indonesia.

3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem

Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UndangUndang ini.

4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) tidak berlaku untuk:

a. surat yang menurut UndangUndang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan

b. surat beserta dokumennya yang menurut UndangUndang harus dibuat dalam bentuk akta

notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.

Pasal 6

Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa

suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin

keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.

Pasal 7

Setiap Orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak Orang lain

berdasarkan adanya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik harus memastikan bahwa

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang ada padanya berasal dari Sistem Elektronik

yang memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Perundangundangan.

Pasal 8

(1) Kecuali diperjanjikan lain, waktu pengiriman suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik telah dikirim dengan

alamat yang benar oleh Pengirim ke suatu Sistem Elektronik yang ditunjuk atau dipergunakan Penerima

dan telah memasuki Sistem Elektronik yang berada di luar kendali Pengirim.

(2) Kecuali diperjanjikan lain, waktu penerimaan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem

Elektronik di bawah kendali Penerima yang berhak.

(3) Dalam hal Penerima telah menunjuk suatu Sistem Elektronik tertentu untuk menerima Informasi

Elektronik, penerimaan terjadi pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki

Sistem Elektronik yang ditunjuk.

(4) Dalam hal terdapat dua atau lebih sistem informasi yang digunakan dalam pengiriman atau

penerimaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, maka:

a. waktu pengiriman adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki

sistem informasi pertama yang berada di luar kendali Pengirim;

b. waktu penerimaan adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki

sistem informasi terakhir yang berada di bawah kendali Penerima.

Pasal 9

Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus menyediakan informasi yang

lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan.

Pasal 10

(1) Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat disertifikasi oleh Lembaga

Sertifikasi Keandalan.

(2) Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi Keandalan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11

(1) Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi

persyaratan sebagai berikut:

a. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;

b. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya

berada dalam kuasa Penanda Tangan;

c. segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu

penandatanganan dapat diketahui;

d. segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik

tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;

e. terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya; dan

f. terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan

persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.

(2) Ketentuan lebih lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur

dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 12

(1) Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban memberikan pengamanan

atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya.

(2) Pengamanan Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya

meliputi:

a. Sistem tidak dapat diakses oleh Orang lain yang tidak berhak;

b. Penanda Tangan harus menerapkan prinsip kehatihatian untuk menghindari penggunaan

secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan Elektronik;

c. Penanda Tangan harus tanpa menundanunda, menggunakan cara yang dianjurkan oleh

penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun cara lain yang layak dan sepatutnya harus

segera memberitahukan kepada seseorang yang oleh Penanda Tangan dianggap memercayai

Tanda Tangan Elektronik atau kepada pihak pendukung layanan Tanda Tangan Elektronik jika:

1. Penanda Tangan mengetahui bahwa data pembuatan Tanda Tangan Elektronik telah

dibobol; atau

2. Keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan risiko yang berarti,

kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan Tanda Tangan Elektronik; dan

d. Dalam hal Sertifikat Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda Tangan Elektronik, Penanda

Tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua informasi yang terkait dengan

Sertifikat Elektronik tersebut.

(3) Setiap Orang yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi hukum yang timbul.

BAB IV

PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI ELEKTRONIK DAN SISTEM ELEKTRONIK

Bagian Kesatu

Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik

Pasal 13

(1) Setiap Orang berhak menggunakan jasa Penyelenggara Sertifikasi Elektronik untuk pembuatan Tanda

Tangan Elektronik.

(2) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus memastikan keterkaitan suatu Tanda Tangan Elektronik

dengan pemiliknya.

(3) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik terdiri atas:

a. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia; dan

b. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing.

(4) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia berbadan hukum Indonesia dan berdomisili di

Indonesia.

(5) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing yang beroperasi di Indonesia harus terdaftar di Indonesia.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 14

Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) sampai dengan ayat

(5) harus menyediakan informasi yang akurat, jelas, dan pasti kepada setiap pengguna jasa, yang

meliputi:

a. metode yang digunakan untuk mengidentifikasi Penanda Tangan;

b. hal yang dapat digunakan untuk mengetahui data diri pembuat Tanda Tangan Elektronik; dan

c. hal yang dapat digunakan untuk menunjukkan keberlakuan dan keamanan Tanda Tangan Elektronik.

Bagian Kedua

Penyelenggaraan Sistem Elektronik

Pasal 15

(1) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan

aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya.

(2) Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem

Elektroniknya.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya

keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.

Pasal 16

(1) Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undangundang tersendiri, setiap Penyelenggara Sistem

Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi persyaratan minimum sebagai

berikut:

a. dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara utuh

sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan Perundangundangan;

b. dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan

Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;

c. dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan Sistem

Elektronik tersebut;

d. dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau

simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem

Elektronik tersebut; dan

e. memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan

kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.

(2) Ketentuan lebih lanjut tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB V

TRANSAKSI ELEKTRONIK

Pasal 17

(1) Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat.

(2) Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib

beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik selama transaksi berlangsung.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 18

(1) Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak.

(2) Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik

internasional yang dibuatnya.

(3) Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik internasional, hukum yang

berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.

(4) Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga

penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari

Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.

(5) Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penetapan

kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang

berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas

Hukum Perdata Internasional.

Pasal 19

Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik harus menggunakan Sistem

Elektronik yang disepakati.

Pasal 20

(1) Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi Elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi

yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima.

(2) Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.

Pasal 21

(1) Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan

olehnya, atau melalui Agen Elektronik.

(2) Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:

a. jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi

tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;

b. jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi

Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau

c. jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi

Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.

(3) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat tindakan

pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab

penyelenggara Agen Elektronik.

(4) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat kelalaian

pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya

keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.

Pasal 22

(1) Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada Agen Elektronik yang

dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan perubahan informasi yang masih dalam

proses transaksi.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen Elektronik tertentu sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI

NAMA DOMAIN, HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL,

DAN PERLINDUNGAN HAK PRIBADI

Pasal 23

(1) Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat berhak memiliki Nama

Domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama.

(2) Pemilikan dan penggunaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan

pada iktikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak

Orang lain.

(3) Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, atau masyarakat yang dirugikan karena

penggunaan Nama Domain secara tanpa hak oleh Orang lain, berhak mengajukan gugatan pembatalan

Nama Domain dimaksud.

Pasal 24

(1) Pengelola Nama Domain adalah Pemerintah dan/atau masyarakat.

(2) Dalam hal terjadi perselisihan pengelolaan Nama Domain oleh masyarakat, Pemerintah berhak

mengambil alih sementara pengelolaan Nama Domain yang diperselisihkan.

(3) Pengelola Nama Domain yang berada di luar wilayah Indonesia dan Nama Domain yang

diregistrasinya diakui keberadaannya sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Perundangundangan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 25

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi

karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di

dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan

Peraturan Perundangundangan.

Pasal 26

(1) Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundangundangan, penggunaan setiap informasi melalui

media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang

bersangkutan.

(2) Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan

atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan UndangUndang ini.

BAB VII

PERBUATAN YANG DILARANG

Pasal 27

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau

membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan

yang melanggar kesusilaan.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau

membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan

perjudian.

(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau

membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan

penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

(4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau

membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan

pemerasan dan/atau pengancaman.

Pasal 28

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang

mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk

menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu

berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Pasal 29

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik

dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau

menakutnakuti yang ditujukan secara pribadi.

Pasal 30

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau

Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau

Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik.

(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau

Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol

sistem pengamanan.

Pasal 31

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau

penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau

Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas

transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di

dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak

menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan,

dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.

(3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam

rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum

lainnya yang ditetapkan berdasarkan undangundang.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur

dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 32

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah,

menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan,

menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik

publik.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun

memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem

Elektronik Orang lain yang tidak berhak.

(3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh

publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.

Pasal 33

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan

tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau

mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana

mestinya.

Pasal 34

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual,

mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki:

a. perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus

dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai

dengan Pasal 33;

b. sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem

Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.

(2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika ditujukan untuk melakukan

kegiatan penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk perlindungan Sistem Elektronik itu sendiri secara

sah dan tidak melawan hukum.

Pasal 35

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan

manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolaholah data

yang otentik.

Pasal 36

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan

perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang

mengakibatkan kerugian bagi Orang lain.

Pasal 37

Setiap Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia

terhadap Sistem Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.

BAB VIII

PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 38

(1) Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik

dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian.

(2) Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan

Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat merugikan masyarakat,

sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan.

Pasal 39

(1) Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan.

(2) Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak dapat

menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai

dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan.

BAB IX

PERAN PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT

Pasal 40

(1) Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sesuai dengan

ketentuan Peraturan Perundangundangan.

(2) Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat

penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum,

sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan.

(3) Pemerintah menetapkan instansi atau institusi yang memiliki data elektronik strategis yang wajib

dilindungi.

(4) Instansi atau institusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus membuat Dokumen Elektronik dan

rekam cadang elektroniknya serta menghubungkannya ke pusat data tertentu untuk kepentingan

pengamanan data.

(5) Instansi atau institusi lain selain diatur pada ayat (3) membuat Dokumen Elektronik dan rekam

cadang elektroniknya sesuai dengan keperluan perlindungan data yang dimilikinya.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),

dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 41

(1) Masyarakat dapat berperan meningkatkan pemanfaatan Teknologi Informasi melalui penggunaan

dan Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan Undang

Undang ini.

(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan melalui lembaga yang

dibentuk oleh masyarakat.

(3) Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memiliki fungsi konsultasi dan mediasi.

BAB X

PENYIDIKAN

Pasal 42

Penyidikan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang

ini, dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan

ketentuan dalam UndangUndang ini.

Pasal 43

(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di

lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan

Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang

Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi

Informasi dan Transaksi Elektronik.

(2) Penyidikan di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan

publik, integritas data, atau keutuhan data sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan.

(3) Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap sistem elektronik yang terkait dengan dugaan tindak

pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat.

(4) Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),

penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.

(5) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:

a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana

berdasarkan ketentuan UndangUndang ini;

b. memanggil setiap Orang atau pihak lainnya untuk didengar dan/atau diperiksa sebagai

tersangka atau saksi sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana di bidang terkait

dengan ketentuan UndangUndang ini;

c. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak

pidana berdasarkan ketentuan UndangUndang ini;

d. melakukan pemeriksaan terhadap Orang dan/atau Badan Usaha yang patut diduga

melakukan tindak pidana berdasarkan UndangUndang ini;

e. melakukan pemeriksaan terhadap alat dan/atau sarana yang berkaitan dengan kegiatan

Teknologi Informasi yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana berdasarkan

UndangUndang ini;

f. melakukan penggeledahan terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan sebagai

tempat untuk melakukan tindak pidana berdasarkan ketentuan UndangUndang ini;

g. melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan atau sarana kegiatan Teknologi

Informasi yang diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan Peraturan Perundangundangan;

h. meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana

berdasarkan UndangUndang ini; dan/atau

i. mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana berdasarkan UndangUndang ini sesuai

dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku.

(6) Dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan, penyidik melalui penuntut umum wajib

meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam waktu satu kali dua puluh empat jam.

(7) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan Penyidik

Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan

hasilnya kepada penuntut umum.

(8) Dalam rangka mengungkap tindak pidana Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik, penyidik

dapat berkerja sama dengan penyidik negara lain untuk berbagi informasi dan alat bukti.

Pasal 44

Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan

menurut ketentuan UndangUndang ini adalah sebagai berikut:

a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundangundangan; dan

b. alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).

BAB XI

KETENTUAN PIDANA

Pasal 45

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat

(3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling

banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2)

dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana

penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar

rupiah).

Pasal 46

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan

pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam

ratus juta rupiah).

(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan

pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus

juta rupiah).

(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan

pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan

ratus juta rupiah).

Pasal 47

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2)

dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Pasal 48

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan

pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua

miliar rupiah).

(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan

pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga

miliar rupiah).

(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan

pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima

miliar rupiah).

Pasal 49

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33,

dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau

denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 50

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat

(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau

denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 51

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana

penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas

miliar rupiah).

(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana

penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas

miliar rupiah).

Pasal 52

(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) menyangkut kesusilaan atau

eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga dari pidana pokok.

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan

terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

milik Pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layanan publik dipidana dengan pidana pokok

ditambah sepertiga.

(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan

terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

milik Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank

sentral, perbankan, keuangan, lembaga internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana

maksimal ancaman pidana pokok masingmasing Pasal ditambah dua pertiga.

(4) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 dilakukan

oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.

BAB XII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 53

Pada saat berlakunya UndangUndang ini, semua Peraturan Perundangundangan

dan kelembagaan yang berhubungan dengan pemanfaatan Teknologi Informasi

yang tidak bertentangan dengan UndangUndang ini dinyatakan tetap berlaku.

BAB XIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 54

(1) UndangUndang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

(2) Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun setelah diundangkannya

UndangUndang ini. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan UndangUndang

ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

ANDI MATTALATA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN

PENJELASAN

RANCANGAN UNDANGUNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR ......TAHUN ....

TENTANG

INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

I. UMUM

Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat

maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah

pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan

sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini

menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan,

kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.

Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika.

Hukum siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan

pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan

perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain

yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia

maya (virtual world law), dan hukum mayantara. Istilahistilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang

dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun

global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan

sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual. Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah

ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik,

khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan

melalui sistem elektronik.

Yang dimaksud dengan sistem elektronik adalah sistem komputer dalam arti luas, yang tidak hanya

mencakup perangkat keras dan perangkat lunak komputer, tetapi juga mencakup jaringan

telekomunikasi dan/atau sistem komunikasi elektronik. Perangkat lunak atau program komputer adalah

sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang

apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat

komputer bekerja untuk melakukan fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk

persiapan dalam merancang instruksi tersebut.

Sistem elektronik juga digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi yang merupakan

penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik, yang

berfungsi merancang, memproses, menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan atau menyebarkan

informasi elektronik. Sistem informasi secara teknis dan manajemen sebenarnya adalah perwujudan

penerapan produk teknologi informasi ke dalam suatu bentuk organisasi dan manajemen sesuai dengan

karakteristik kebutuhan pada organisasi tersebut dan sesuai dengan tujuan peruntukannya. Pada sisi

yang lain, sistem informasi secara teknis dan fungsional adalah keterpaduan sistem antara manusia dan

mesin yang mencakup komponen perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, sumber daya manusia,

dan substansi informasi yang dalam pemanfaatannya mencakup fungsi input, process, output, storage,

dan communication.

Sehubungan dengan itu, dunia hukum sebenarnya sudah sejak lama memperluas penafsiran asas dan

normanya ketika menghadapi persoalan kebendaan yang tidak berwujud, misalnya dalam kasus

pencurian listrik sebagai perbuatan pidana. Dalam kenyataan kegiatan siber tidak lagi sederhana karena

kegiatannya tidak lagi dibatasi oleh teritori suatu negara, yang mudah diakses kapan pun dan dari mana

pun. Kerugian dapat terjadi baik pada pelaku transaksi maupun pada orang lain yang tidak pernah

melakukan transaksi, misalnya pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di Internet. Di

samping itu, pembuktian merupakan faktor yang sangat penting, mengingat informasi elektronik bukan

saja belum terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia secara komprehensif, melainkan juga

ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan, dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam

waktu hitungan detik. Dengan demikian, dampak yang diakibatkannya pun bisa demikian kompleks dan

rumit.

Permasalahan yang lebih luas terjadi pada bidang keperdataan karena transaksi elektronik untuk

kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik (electronic commerce) telah menjadi bagian dari

perniagaan nasional dan internasional. Kenyataan ini menunjukkan bahwa konvergensi di bidang

teknologi informasi, media, dan informatika (telematika) berkembang terus tanpa dapat dibendung,

seiring dengan ditemukannya perkembangan baru di bidang teknologi informasi, media, dan

komunikasi.

Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga ruang siber (cyber space), meskipun bersifat

virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis kegiatan

pada ruang siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika

cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan hukum.

Kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat

buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai

Orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata. Dalam kegiatan ecommerce antara lain

dikenal adanya dokumen elektronik yang kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang dibuat di

atas kertas.

Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan

teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itu,

terdapat tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di cyber space, yaitu pendekatan aspek hukum,

aspek teknologi, aspek sosial, budaya, dan etika. Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam

penyelenggaraan sistem secara elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa kepastian

hukum, persoalan pemanfaatan teknologi informasi menjadi tidak optimal.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

UndangUndang ini memiliki jangkauan yurisdiksi tidak sematamata untuk perbuatan hukum yang

berlaku di Indonesia dan/atau dilakukan oleh warga negara Indonesia, tetapi juga berlaku untuk

perbuatan hukum yang dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia baik oleh warga negara

Indonesia maupun warga negara asing atau badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing yang

memiliki akibat hukum di Indonesia, mengingat pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Informasi

Elektronik dan Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas teritorial atau universal. Yang dimaksud dengan

"merugikan kepentingan Indonesia" adalah meliputi tetapi tidak terbatas pada merugikan kepentingan

ekonomi nasional, perlindungan data strategis, harkat dan martabat bangsa, pertahanan dan keamanan

negara, kedaulatan negara, warga negara, serta badan hukum Indonesia.

Pasal 3

"Asas kepastian hukum" berarti landasan hukum bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi

Elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapatkan pengakuan

hukum di dalam dan di luar pengadilan.

"Asas manfaat" berarti asas bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diupayakan

untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

"Asas kehatihatian" berarti landasan bagi pihak yang bersangkutan harus memperhatikan segenap

aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi pihak lain dalam

pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.

"Asas iktikad baik" berarti asas yang digunakan para pihak dalam melakukan Transaksi Elektronik tidak

bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak

lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut.

"Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi" berarti asas pemanfaatan Teknologi Informasi

dan Transaksi Elektronik tidak terfokus pada penggunaan teknologi tertentu sehingga dapat mengikuti

perkembangan pada masa yang akan datang.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Ayat 1

Cukup jelas.

Ayat 2

Cukup jelas.

Ayat 3

Cukup jelas.

Ayat 4

Huruf a

Surat yang menurut undangundang harus dibuat tertulis meliputi tetapi tidak terbatas pada surat

berharga, surat yang berharga, dan surat yang digunakan dalam proses penegakan hukum acara

perdata, pidana, dan administrasi negara.

Huruf b

Cukup jelas.

Pasal 6

Selama ini bentuk tertulis identik dengan informasi dan/atau dokumen yang tertuang di atas kertas

semata, padahal pada hakikatnya informasi dan/atau dokumen dapat dituangkan ke dalam media apa

saja, termasuk media elektronik. Dalam lingkup Sistem Elektronik, informasi yang asli dengan salinannya

tidak relevan lagi untuk dibedakan sebab Sistem Elektronik pada dasarnya beroperasi dengan cara

penggandaan yang mengakibatkan informasi yang asli tidak dapat dibedakan lagi dari salinannya.

Pasal 7

Ketentuan ini dimaksudkan bahwa suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dapat

digunakan sebagai alasan timbulnya suatu hak.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Yang dimaksud dengan "informasi yang lengkap dan benar" meliputi:

a. informasi yang memuat identitas serta status subjek hukum dan kompetensinya, baik sebagai

produsen, pemasok, penyelenggara maupun perantara;

b. informasi lain yang menjelaskan hal tertentu yang menjadi syarat sahnya perjanjian serta

menjelaskan barang dan/atau jasa yang ditawarkan, seperti nama, alamat, dan deskripsi

barang/jasa.

Pasal 10

Ayat (1)

Sertifikasi Keandalan dimaksudkan sebagai bukti bahwa pelaku usaha yang melakukan perdagangan

secara elektronik layak berusaha setelah melalui penilaian dan audit dari badan yang berwenang. Bukti

telah dilakukan Sertifikasi Keandalan ditunjukkan dengan adanya logo sertifikasi berupa trust mark pada

laman (home page) pelaku usaha tersebut.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 11

Ayat (1)

UndangUndang ini memberikan pengakuan secara tegas bahwa meskipun hanya merupakan suatu

kode, Tanda Tangan Elektronik memiliki kedudukan yang sama dengan tanda tangan manual pada

umumnya yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum.

Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini merupakan persyaratan minimum yang harus

dipenuhi dalam setiap Tanda Tangan Elektronik. Ketentuan ini membuka kesempatan seluasluasnya

kepada siapa pun untuk mengembangkan metode, teknik, atau proses pembuatan Tanda Tangan

Elektronik.

Ayat (2)

Peraturan Pemerintah dimaksud, antara lain, mengatur tentang teknik, metode, sarana, dan proses

pembuatan Tanda Tangan Elektronik.

Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini adalah informasi yang minimum harus dipenuhi oleh

setiap penyelenggara Tanda Tangan Elektronik.

Pasal 15

Ayat (1)

"Andal" artinya Sistem Elektronik memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan penggunaannya.

"Aman" artinya Sistem Elektronik terlindungi secara fisik dan nonfisik.

"Beroperasi sebagaimana mestinya" artinya Sistem Elektronik memiliki kemampuan sesuai dengan

spesifikasinya.

Ayat (2)

"Bertanggung jawab" artinya ada subjek hukum yang bertanggung jawab secara hukum terhadap

Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Ayat (1)

UndangUndang ini memberikan peluang terhadap pemanfaatan Teknologi Informasi oleh

penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.

Pemanfaatan Teknologi Informasi harus dilakukan secara baik, bijaksana, bertanggung jawab, efektif,

dan efisien agar dapat diperoleh manfaat yang sebesarbesarnya bagi masyarakat.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 18

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Pilihan hukum yang dilakukan oleh para pihak dalam kontrak internasional termasuk yang dilakukan

secara elektronik dikenal dengan choice of law. Hukum ini mengikat sebagai hukum yang berlaku bagi

kontrak tersebut. Pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik hanya dapat dilakukan jika dalam

kontraknya terdapat unsur asing dan penerapannya harus sejalan dengan prinsip hukum perdata

internasional (HPI).

Ayat (3)

Dalam hal tidak ada pilihan hukum, penetapan hukum yang berlaku berdasarkan prinsip atau asas

hukum perdata internasional yang akan ditetapkan sebagai hukum yang berlaku pada kontrak tersebut.

Ayat (4)

Forum yang berwenang mengadili sengketa kontrak internasional, termasuk yang dilakukan secara

elektronik, adalah forum yang dipilih oleh para pihak. Forum tersebut dapat berbentuk pengadilan,

arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya.

Ayat (5)

Dalam hal para pihak tidak melakukan pilihan forum, kewenangan forum berlaku berdasarkan prinsip

atau asas hukum perdata internasional. Asas tersebut dikenal dengan asas tempat tinggal tergugat (the

basis of presence) dan efektivitas yang menekankan pada tempat harta benda tergugat berada

(principle of effectiveness) .

Pasal 19

Yang dimaksud dengan "disepakati" dalam pasal ini juga mencakup disepakatinya prosedur yang

terdapat dalam Sistem Elektronik yang bersangkutan.

Pasal 20

Ayat (1)

Transaksi Elektronik terjadi pada saat kesepakatan antara para pihak yang dapat berupa, antara lain

pengecekan data, identitas, nomor identifikasi pribadi (personal identification number/PIN) atau sandi

lewat (password).

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 21

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "dikuasakan" dalam ketentuan ini sebaiknya dinyatakan dalam surat kuasa.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 22

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "fitur" adalah fasilitas yang memberikan kesempatan kepada pengguna Agen

Elektronik untuk melakukan perubahan atas informasi yang disampaikannya, misalnya fasilitas

pembatalan (cancel), edit, dan konfirmasi ulang.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 23

Ayat (1)

Nama Domain berupa alamat atau jati diri penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau

masyarakat, yang perolehannya didasarkan pada prinsip pendaftar pertama (first come first serve).

Prinsip pendaftar pertama berbeda antara ketentuan dalam Nama Domain dan dalam bidang hak

kekayaan intelektual karena tidak diperlukan pemeriksaan substantif, seperti pemeriksaan dalam

pendaftaran merek dan paten.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "melanggar hak Orang lain", misalnya melanggar merek terdaftar, nama badan

hukum terdaftar, nama Orang terkenal, dan nama sejenisnya yang pada intinya merugikan Orang lain.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "penggunaan Nama Domain secara tanpa hak" adalah pendaftaran dan

penggunaan Nama Domain yang sematamata ditujukan untuk menghalangi atau menghambat Orang

lain untuk menggunakan nama yang intuitif dengan keberadaan nama dirinya atau nama produknya,

atau untuk mendompleng reputasi Orang yang sudah terkenal atau ternama, atau untuk menyesatkan

konsumen.

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun dan didaftarkan sebagai karya

intelektual, hak cipta, paten, merek, rahasia dagang, desain industri, dan sejenisnya wajib dilindungi

oleh UndangUndang ini dengan memperhatikan ketentuan Peraturan Perundangundangan.

Pasal 26

Ayat (1)

Dalam pemanfaatan Teknologi Informasi, perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian dari

hak pribadi (privacy rights). Hak pribadi mengandung pengertian sebagai berikut:

a. Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam

gangguan.

b. Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan Orang lain tanpa tindakan

mematamatai.

c. Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data

seseorang.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.

Pasal 30

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Secara teknis perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat dilakukan, antara lain

dengan:

a. melakukan komunikasi, mengirimkan, memancarkan atau sengaja berusaha mewujudkan halhal

tersebut kepada siapa pun yang tidak berhak untuk menerimanya; atau

b. sengaja menghalangi agar informasi dimaksud tidak dapat atau gagal diterima oleh yang

berwenang menerimanya di lingkungan pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

Ayat (3)

Sistem pengamanan adalah sistem yang membatasi akses Komputer atau melarang akses ke dalam

Komputer dengan berdasarkan kategorisasi atau klasifikasi pengguna beserta tingkatan kewenangan

yang ditentukan.

Pasal 31

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "intersepsi atau penyadapan" adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam,

membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun

jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "kegiatan penelitian" adalah penelitian yang dilaksanakan oleh lembaga

penelitian yang memiliki izin.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Cukup jelas.

Pasal 38

Cukup jelas.

Pasal 39

Cukup jelas.

Pasal 40

Cukup jelas.

Pasal 41

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "lembaga yang dibentuk oleh masyarakat" merupakan lembaga yang bergerak di

bidang teknologi informasi dan transaksi elektronik.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 42

Cukup jelas.

Pasal 43

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Yang dimaksud dengan "ahli" adalah seseorang yang memiliki keahlian khusus di bidang Teknologi

Informasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis maupun praktis mengenai

pengetahuannya tersebut.

Huruf i

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (8)

Cukup jelas.

Pasal 44

Cukup jelas.

Pasal 45

Cukup jelas.

Pasal 46

Cukup jelas.

Pasal 47

Cukup jelas.

Pasal 48

Cukup jelas.

Pasal 49

Cukup jelas.

Pasal 50

Cukup jelas.

Pasal 51

Cukup jelas.

Pasal 52

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghukum setiap perbuatan melawan hukum yang memenuhi unsur

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 34 yang dilakukan oleh korporasi

(corporate crime) dan/atau oleh pengurus dan/atau staf yang memiliki kapasitas untuk:

a. mewakili korporasi;

b. mengambil keputusan dalam korporasi;

c. melakukan pengawasan dan pengendalian dalam korporasi;

d. melakukan kegiatan demi keuntungan korporasi.

Pasal 53

Cukup jelas.

Pasal 54

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...

1 komentar:

Anonim mengatakan...

ngeri UU ITE ...

yach kita lihat saja implementasinya ..

masih memble / tegas